Aku selalu menyukai hujan, selalu menginginkannya datang. Apalagi jika ditemani aroma lembut secangkir kopi di hadapanku.
Hujan
membuatku merindukan kehangatan. Dan membuatku ingin mendapatkannya.
Aku menyukai hujan, sangat menyukainya, terlebih sejak aku mengenalmu
dalam hujan.
Hujan menyimpan kenangan diantara kita.
Kenangan indah yang sulit kuterjemahkan. Tetesan air yang terjatuh dari
helai rambutmu, tanpa sengaja terjatuh pada dahiku.
Aku mendongak, dan kulihat kamu berdiri persis di sampingku sambil tersenyum.
"Aku
tidak mengganggumu kan?" Sapamu saat aku menatapmu sambil menghapus
tetes air pada dahiku, "Kuharap itu bukan akibat ulahku. Terkadang aku
seperti serigala yang mengierkena air."
"Tidak masalah." Tanpa kusadari aku merapatkan kedua lenganku menahan dingin yang menyergap.
"Pakai ini." Kamu menyodorkan sebuah jaket yang tadi kamu pakai menutupi tubuhmu.
"Tidak
usah. Aku baik-baik saja. Lagipula.." aku menggantungkan kalimatku dan
menatapnya sambil tersenyum, "Jaket ini tidak akan muat untukku. Badanmu
lebih kecil daripada aku. Kamu mau meledekku, ya?"
"Astaga. Bukan itu maksudku." Kamu menggosok kedua tanganmu, gugup.
"Sudahlah. Tidak usah merasa tak enak begitu." Aku tertawa melihat tingkahnya.
"Begini
saja." Kamu melingkarkan jaket itu di bahuku. "Mungkin ini memang tidak
cukup untuk menutupi seluruh tubuhmu, tapi paling tidak ini bisa
memberimu sedikit kehangatan. Dan aku tidak menerima penolakan."
"Ini bukan saatnya bermain film atau sinetron." Aku terbahak dan mengambil jaket di bahuku dan mengembalikannya padamu.
"Aku tidak menerima penolakan. Mau jaket ini yang menghangatkanmu, ataukah aku yang akan melakukannya?" Kamu mendekat kepadaku.
"Sudaaaaah. Tidak usah becanda!" Aku menjauh sambil tertawa, saking sibuknya menghindarimu, aku terpeleset dan terjatuh.
"Kubilang juga apa, begini kan jadinya." Kamu menghampiriku yang basah kuyup karena aku terjatuh persis di bawah hujan.
"Ini hanya hujan." Aku tersenyum, dan mengulurkan tanganku untuk meraihnya. Hangat. Itulah rasanya.
"Ayo
cepat berdiri. Nanti kamu semakin basah. Kita terperangkap disini entah
untuk berapa lama, jangan main-main." Katamu berusaha menarikku.
"Kamu
ini seperti perempuan saja. Bawel." Aku tersenyum lagi, sambil
menariknya menuju luar tempat kuberteduh tadi. Kini hujan membasahi
tubuh kita berdua.
"Apa lagi ini?" Kamu menatapku tajam, sambil menggelengkan kepala.
"Kita
terperangkap disini. Hampir kuyup, daripada kedinginan menunggu, lebih
baik kita main hujan." Aku tertawa melihat tingkahmu.
"Kamu ini, bisa tidak berhenti bersikap childish?" Katamu sambil mencubit kedua pipiku.
"Kamu
kan baru kali ini pergi denganku, kenapa harus menjadi terlalu kaku?
Kita nikmati saja jalan-jalan pertama kita ini!" Aku melepaskan tanganmu
dari pipiku.
"Aku hampir tidak pernah bisa bilang tidak untukmu." Jawabmu sambil tersenyum.
"Kamu tidak akan pernah bisa bilang tidak padaku."
^^
Aku
menatap layar jendelaku, lalu kembali pada layar di hadapanku. Hujan
masih turun. Dan hujan memaksaku menulis cerita tentang aku dan kamu.
Sebuah cerita indah, yang akan selalu aku ingat dan kenang.
Aku
menggenggam telinga cangkir berisi kopi panas di hadapanku, meraba
badan cangkirnya untuk menghisap kehangatan dari sana. Lalu kutiup
perlahan lapisanbpaling atas dan menyesapnya lembut.
Manis.
Hujan dan secangkir kopi hangat memang kombinasi yang pas. Aku
meregangkan tubuhku sebentar dan melanjutkan tulisanku lagi.
^^
"Kenapa
selalu saja hujan ya setiap kita memutuskan untuk pergi bersama?" Aku
menatapmu yang sedang meneguk kopi panas di hadapanku.
"Mana kutahu." Jawabmu, acuh.
"Main hujan lagi, sepertinya menyenangkan." Aku tersenyum usil kepadamu.
"Tidak.
Jangan lagi. Aku tidak ingin mendapat tatapan marah dari Ibumu saat
mengantarmu pulajg basah kuyup. Lagipula kamu lihat pakaianmu saat ini."
"Apa
yang salah?" Aku memperhatikan baju yang kukenakan. Celana jeans hitam
dan kemeja putih longgar. "Tertutup kok. Kamu terlalu berlebihan."
"Kamu ini terlalu pintar ya? Apa jadinya jika kemejamu itu terkena air hujan, hah?" Kamu menatapku tajam.
"Oh.
Ya. Maaf." Aku mengangguk paham. "Namun, lain kali kupikir kamu bisa
mengatakannya dengan lebih halus. Lagipula, ini kan tubuhku. Biar saja."
Aku merengut.
"Ini memang tubuhmu. Tapi kamu, tanggung
jawabku. Dan kamu, mengikat janji padaku. Aku tidak akan membiarkan kamu
menjadi pusat perhatian orang."
"Iya iya. Tapi apa kamu ingat, hubungan kita ini tersembunyi? Dan sepertinya tidak ada yang akan peduli juga."
"Sudahlah. Jangan mendebatku. Tempat ini cukup nyaman untuk menunggu hujan. Tidak seperti saat kencan pertama kita."
"Ah. Jadi kamu akhirnya menyebut pertemuan pertama kita itu kencan?" Aku menggodamu sambil memegang tanganmu. "Aku terharu."
"Sudahlah. Jangan menggodaku." Kamu menahan senyum sambil melepas tanganku dari tanganmu.
"Ayolaaah, kamu mengakuinya juga kan akhirnya? Ah. Aku benar-benar ingin mendengarnya lagi." Aku terus menggodamu.
"Ya,
itu kencan pertama kita. Saat hujan." Kamu menarikku ke dalam pelukanmu
yang hangat dan mengecup keningku, "Aku menyayangimu. Sangat."
^^
Aku
tersenyum membaca setiap kata yang kutulis dalam layar di hadapanku.
Ingatanku terbawa kembali ke masa lalu, sambil tersenyum dan
menertawakan diri sendiri. Lalu tiba-tiba..
"Ah, siapa ini?" Aku tersenyum menyadari ada seseorang menutup mataku, lembut.
"Sudahlah, jangan becanda. Aku bisa menebaknya dari aroma parfummu." Aku meraba lengannya semakin atas.
"Percuma
memang mengerjaimu, kamu terlalu hafal dengan semua tentangku." Sosok
itu membuka mataku dan duduk di hadapanku. Ya, sosok itu adalah kamu.
Pemeran utama dalam kalimat-kalimat yang sedang kutulis.
"Kamu terlalu lama membuatku menunggu." Aku merajuk manja padamu.
"Tapi kurasa kamu tidak terlalu bosan kan? Tulisanmu cukup bagus. Siapa pemeran utamanya?"
"Ah. Kamu berhentilah menggodaku." Aku tersipu malu menyadari kamu telah menebak tulisanku.
"Aku tahu itu tentang siapa. Tentang kita kan?" Kamu mendekat padaku dan menyesap kopi milikku.
"Ya, tentang kita dan hujan." Aku tersenyum dan menutup layar di hadapanku.
"Hujan?" Kamu menatapku bingung.
"Dari awal kita bersama, hingga kini, hujan selalu menemani kita. Kamu ingat kan?" Aku menyandarkan kepalaku pada bahumu.
"Ya. Selalu ingat." Kamu mengelus rambutku lembut dan tersenyum.
^^
"Aku selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri."
( NB : Terimakasih Hujan untuk telah menjadi saksi kenangan diantara aku dan dia )